Minggu, 22 Januari 2017

TUGAS SOFTKILL DESAIN PERNCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) TAMBAK UDANG

DESAIN PERNCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR
LIMBAH (IPAL)
TAMBAK UDANG


Tugas Kelompok Mata Kuliah AMDAL Tentang Desain IPAL

Disusun Oleh :
ADE SURYANA (20415100)
ALBRIGHT METHASARI M (20415455)
ALVIN SATRIA PRATAMA (20415584)
ARIEF RIZALDI W (27415530)
BAGUS AJI SAPUTRO (21415246)
BENEDICTUS KEVIN VALIANT. S (21415331)
CHRISNANDA MOMOGIM (23415233)
WAHYU HIDAYAT (27415087)




UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Indonesia merupakan negara marintim, yang tentu saja mempunyai hasil alam yang sangat melimpah dibidang kelautan. Sehingga kegiatan usaha dibidang perikanan pun menjadi salah satu yang menjanjikan. Budidaya berbagai hewan laut mulai bermunculan dan semakain banyak dilakukan, salah satunya budidaya udang. Budidaya udang ini dinilai merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Bahkan volume ekspor komoditas udang Indonesia menunjukkan kecenderungan yang meningkat pada 2015-2016, yaitu peningkatan 6,84%  dilihat dari volume, dan naik 3,75% bila dilihat dari nilai komoditas.
Berdasarkan data BPS, eksport untuk komoditas udan ke AS mencapai 136.323 ton pada Januari-Agustus 2016. Angka tersebut lebih besar dari periode 2015 yakni 127.590 ton, dan 121.517 pada 2014. Sedangkan berdasarkan nilai, ekspor komoditas udang Indonesia ke AS mencapai 1,13 juta dollar AS pada periode Januari-Agustus 2016. Angka itu lebih besar dari periode yang sama 2015 yakni 1 juta dollar, tetapi lebih kecil dari 2014 yang mampu mencapai 1,33 juta dollar AS. Pencapaian ini mengalahkan beberapa negara Asia seperti India, Thailand, dan Vietnam.
Walaupun sudah mencapai prestasi tersebut namun seiring berjalannya waktu, proses produksi udang tambak ini tidak lepas dari beberapa masalah, seperti contohnya kontrol atas prinsip mikrobiologis dan proses penyuburan lingkungan tambak yang dapat menyebabkan mulai berkurangnya produktivitasnya, mengecilnya ukuran udang, tingkat hidup.yang rendah, dan beberapa penyakit dapat menyerang udang – udang tersebut
Masalah utama dalam keadaan tersebut adalah tidak diterapkannya prinsip – prinsip budidaya perikanan seperti : melakukan pencegahan intrusi hama penulas, hama penyaing dari jenis krustasea ( cntohnya melakukan pengeringan dengan prosedur yang tepat dan benar sehingga udang juga menjadi rentan terserang penyakit), bertanggung jawab mengolah limbah yang dihasilkan. Pengolahan limbah dalam satu sisi memang mengorbankan lahan, tenaga dan perhatian dan finansial, namun bila dilaksananakan dengan benar maka akan mengurangi resiko terkena beberapa infeksi penyakit pada udang yang akhirnya bisa menekan resiko kerugian pada pemilik tambak.
Namun hal yang sering terjadi di hampir semua tempat yaitu tidak dilakukannya perencanaan secara baik, dan terkesan berantakan baik tambang dan irigasinya. Pada tambak yang sudah lama biasanya hanya mengandalkan pada kemampuan untuk membangunnya, sehingga dapat mengakibatkan permasalahan lain. Namun secara umum, tambak yang ada biasanya hanya memanfaatkan satu saluran yang ada untuk pemasukan dan pembuangan. Hal ini dapat mengakibatkan penumpuknya sisa – sisa pemeliharaan pada tambak yang tidak dapat terbuang kelaut untuk diuraikan, sehingga menyebabkan potensi penyebaran penyakit semakin mudah dan membuat para pengusaha tambak bisa merugi.

1.2       Identifikasi Masalah
            Adapun permasalahan – permasalahan yang akan diidentifikasi mengenai :
1.      Bangunan – bangunan pendukung tambak yang diperlukan dalam usaha tambak udang.
2.      Penempatan bangunan- bangunan tambak udang sesuai urutan dan kebutuhan.
3.      Hal – hal yang dilaksanakan selama masa pemeliharaan.

1.3       Tujuan
            Tujuan dari dibuatnya makalah ini serta skema tentang cara pengolahan limbah tambak udang adalah agar para pengusaha tambak udang dapat memperhatikan lagi bagaimana cara merawat dan menata tambak mereka supaya nantinya tambak mereka dapat mengolah limbah dengan baik, dan dapat menekan tingkat kerugian akibat penataan yang salah.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi tambak atau kolam menurut Biggs et al.(2005) adalah badan air yang berukuran 1 m2 hingga 2 ha yang bersifat permanen atau musiman yang terbentuk secara alami atau buatan manusia. Rodriguez-Rodriguez (2007) menambahkan bahwa tambak atau kolam cenderung berada pada lahan dengan lapisan tanah yang kurang porus. Istilah kolam biasanya digunakan untuk tambak yang terdapat di daratan dengan air tawar, sedangkan tambak untuk air payau atau air asin. Biggs et al.(2005) menyebutkan salah satu fungsi tambak bagi ekosistem perairan adalah terjadinya pengkayaan jenis biota air. Bertambahnya jenis biota tersebut berasal dari pengenalan biota-biota yang dibudidayakan.
Jenis-jenis tambak yang ada di Indonesia meliputi: tambak intensif, tambak semi
intensif, tambak tradisional dan tambak organik. Perbedaan dari ketiga jenis tambak
tersebut terdapat pada teknik pengelolaan mulai dari padat penebaran, pola pemberiaan
pakan, serta sistem pengelolaan air dan lingkungan (Widigdo, 2000). Hewan yang
dibudidayakan dalam tambak adalah hewan air, terutama ikan, udang, serta kerang.
Karakteristik limbah:
1.      Berukuran mikro
2.      Dinamis
3.      Berdampak luas (penyebarannya)
4.      Berdampak jangka panjang (antar generasi)




Faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah:
1.      Volume limbah
2.      Kandungan bahan pencemar
3.      Frekuensi pembuangan limbah
Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:
1.      pengolahan menurut tingkatan perlakuan
2.      pengolahan menurut karakteristik limbah

Indikasi Pencemaran Air
Indikasi pencemaran air dapat kita ketahui baik secara visual maupun pengujian. Perubahan pH (tingkat keasaman / konsentrasi ion hidrogen) Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan memiliki pH netral dengan kisaran nilai 6.5 – 7.5. Air limbah industri yang belum terolah dan memiliki pH diluar nilai pH netral, akan mengubah pH air sungai dan dapat mengganggukehidupan organisme didalamnya. Hal ini akan semakin parahjika daya dukung lingkungan rendah serta debit air sungai rendah. Limbah dengan pH asam / rendah bersifat korosif terhadap logam.
 Perubahan warna, bau dan rasa Air normak dan air bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak bening / jernih. Bila kondisi air warnanya berubah maka hal tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa air telah tercemar. Timbulnya bau pada air lingkungan merupakan indikasi kuat bahwa air telah tercemar. Air yang bau dapat berasal darilimba industri atau dari hasil degradasioleh mikroba. Mikroba yang hidup dalam air akan mengubah organik menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau sehingga mengubah rasa.
Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut Endapan, koloid dan bahan terlarut berasal dari adanya limbah industri yang berbentuk padat. Limbah industri yang berbentuk padat, bila tidak larut sempurna akan mengendapdidsar sungai, dan yang larut sebagian akan menjadi koloid dan akan menghalangibahan-bahan organik yang sulit diukur melalui uji BOD karena sulit didegradasi melalui reaksi biokimia, namun dapat diukur menjadi uji COD. Adapun komponen pencemaran air pada umumnya terdiri dari :
  • Bahan buangan padat
  • Bahan buangan organik
  • Bahan buangan anorganik

Pengolahan air limbah berdasarkan tingkatannya:
  • Pengolahan primer
  • Memisahkan (secara fisik) komponen limbah yang akan menganggu proses pengolahan.
  • Pengolahan sekunder
Menurunkan BO (bahan organik) atau TTS (total padatan terlarut) dengan perlakuan kimia/biologis. Selanjutnya bila diperlukan dapat diteruskan dengan pengolahan tersier.

Pengolahan tersier (lanjut)
Dilakukan bila efluen akan dimanfaatkan kembali. Merupakan kombinasi perlakuan fisik, kimia, dan biologis. Menurunkan N, P, atau komponen beracun lainnya.
Perencanaan sistem pengolahan limbah cair:
1.      Pembuatan diagram alir proses
2.      Penentuan kriteria dan ukuran setiap UPL (unit pengolahan limbah)
3.      Persiapan keseimbangan/neraca padatan
4.      Evaluasi tekanan hidrolik
5.      Pembuatan lay out UPL

Pengolahan limbah cair secara biologis:
Peranan mikroorganisme:
1.      Bakteri
  • Paling penting
  • Kemoheterotropik: BO sebagai sumber energi (umum)
  • Kemoautotropik: bahan anorganik sebagai sumber energi
  • Fotosintesis: sinar sebagai sumber energi
  • Setiap jenis punya substrat spesifik (jenis bakteri yang berbeda menguraikan substrat yang berbeda pula)
  • Rumus umum C5H7O2N
  • Punya kemampuan untuk menggumpal
2.      Kapang
  • Nonfotosintesis, bersel jamak, aerobik
  • Banyak terdapat pada limbah pH ê, kadar air ê, N ê
  • Rumum umum C10H17ON
  • Kurang diinginkan karena sulit diendapkan
3.      Protozoa
  • Motil, bersel tunggal
  • Penting dalam pengolahan limbah karena akan ________ bakteri è mutu efluen é (jernih)
4.      Ganggang (alga)
  • Autotrof, fotosintesis
  • Rumus umum: C106H180O45N16P
  • Metabolisme: CO2 + H2O sinar matahari CH2O + O2
  • Mensuplai oksigen untuk pertumbuhan bakteri
  • Spesies yang penting: ganggang biru – hijau, dan ganggang hijau

TIPE METABOLISME:
.      Aerobik
        Mengoksidasi BO
        Memerlukan O2 sebagai aseptor elektron
.      Anaerobik
        Tidak memerlukan oksigen (obligat)
.      Fakultatif
        Sebagian besar mikroorganisme
        Dapat hidup tanpa oksigen (tapi lebih sempurna bila ada O2)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGOLAHAN LIMBAH SECARA BIOLOGIS:
.      Nutrien
        Makro: C, N, P
        Mikro: cukup
       Pendekatan ~ rumus sel
        BOD : N : P = 100 : 5 : 1
   Oksigen
  • Diperlukan untuk proses anaerobik, min: 1.0 mg/l
  • Untuk anaerobik è tidak perlu
.       Suhu
        25 – 35°C (mesofilik)
        45 – 60°C (thermofilik)
.       pH
        Umum = 6,5 – 8,5
        Limbah asam/alkali è netralisasi

PROSES PENGOLAHAN LIMBAH SECARA BIOLOGIS
AEROBIK
      Pertumbuhan tersuspensi (suspended growth)
        Activated sludge
        Sequenzing batch reactor
        Contact stabilization
        Aerobic digestion
        Aerated tagoons
        Parit oksidasi
.      Pertumbuhan melekat (attached growth)
  • Tricking filter (filter menetes)
  • Rotating biological contractors
  • ANAEROBIK

1.      Pertumbuhan tersuspensi
o     Anaerobik digestion
o     Anaerobic contact process
o     Upflow anaerobic sludge – blanked
2.      Pertumbuhan melekat
  • Anaerobic filter process
  • Expanded bed
  • ANOXIC PROCESSES
3.      Suspended – growth denitrification
4.      Fixed film denitrification
KOMBINASI AEROBIK, ANOXIC, ANAEROBIK
5.      Pertumbuhan tersuspensi
Proses: fase, atau multifase
6.      Kombinasi pertumbuhan tersuspensi melekat
Proses: fase atau multifase
  • SISTEM KOLAM
  • Kolam fakultatif
  • Kolam anaerobik
  • Kolam aerobik
  • Kolam pematangan (stabilisasi/tertiary pond)

PENCERNAAN ANAEROBIK
  • Waktu retensi padatan lama (15-20 hari)
  • Padatan yang dihasilkan minimum
  • Reaksi endogenes è metabolisme dominan
  • Dalam digesteranaerobik (aerasi tidak terlalu intensif)
  • Cocok untuk menangani limbah/sludge dari proses lumpur aktif/jenis limbah yang pekat
  • Reduksi padatan menguap 40-60%


Keuntungan VS pencernaan aerobik:
·         Tidak perlu insulasi, panas tambahan ‹ penutup
·         Punya kemampuan untuk menangani konsentrasi lumpur




























BAB III
METODE ANALISIS

a)      Metode Deskriptif
Metode deskriptif merupakan salah satu dari jenis jenis metode penelitian. Metode penelitian deskriptif bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengindetifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi dan menetukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.
Dengan demikian metode penelitian deskriptif ini digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu, dalam hal ini bidang secara aktual dan cermat. Metode deskriptif bukan saja menjabarkan (analitis), akan tetapi juga memadukan. Bukan saja melakukan klasifikasi, tetapi juga organisasi. Metode penelitian deskriptif pada hakikatnya adalah mencari teori, bukan menguji teori. Metode ini menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah.

b)      Metode Eksperimental
Metode eksperimental merupakan salah satu dari jenis jenis metode penelitian. Metode eksperimental merupakan metode penelitian yang memungkinkan peneliti memanipulasi variabel dan meneliti akibat-akibatnya. Pada metode ini variabel-variabel dikontrol sedemikian rupa, sehingga variabel luar yang mungkin mempengaruhi dapat dihilangkan.
Metode eksperimental bertujuan untuk mencari hubungan sebab akibat dengan memanipulasikan satu atau lebih variabel, pada satu atau lebih kelompok eksperimental dan membandingkan hasilnya dengan kelompok kontrol yang tidak mengalami manipulasi. Manipulasi adalah mengubah secara sistematis sifat-sifat atau nilai-nilai variabel bebas. Kontrol merupakan kunci metode eksperimental, sebab tanpa kontrol manipulasi dan observasi akan menghasilkan data yang meragukan.




























BAB IV
ANALISA & PEMBAHASAN

Kuantifikasi faktor yang berpengaruh pada daya dukung perairan mempunyai kemampuan untuk menampung suatu kegiatan budidaya udang dalam jumlah tertentu tanpa menyebabkan penurunan kualitas perairan. Penentuan daya dukung lingkungan perairan pesisir sangat ditentukan oleh kuantitas limbah tambak yang dibuang ke perairan dan kapasitas daya tampung (volume) perairan untuk menerima limbah tersebut sehingga kualitasnya layak untuk usaha budidaya udang. Daya dukung kawasan berdasarkan ketersediaan volume air Volume air yang tersedia di pantai tergantung kepada volume air laut yang masuk kedaerah pantai, dengan asumsi volume air laut yang masuk ke daerah pantai terjadi ketika pasang selalu berganti dari pasang satu ke pasang berikutnya. Volume air yang berganti inilah yang disebut air yang tersedia di pantai, dengan demikian volume total air yang ada di pantai dalam satu siklus pasang adalah volume air pada saat pasang naik dan saat surut. Volume air yang tersedia di pantai dipengaruhi oleh panjang garis pantai, kisaran pasang, kemiringan dasar perairan dan jarak dari garis pantai pada air pasang ke arah laut sampai mencapai titik dimana kedalaman air pada saat surut terendah yaitu satu meter sama dengan kedalaman dari pipa pengambilan (intake) air laut untuk tambak. Volume air yang tersedia di pantai dihitung dengan pendekatan yang dilakukan oleh Widigdo dan pariwono (2003). Berdasarkan hasil pengamatan bahwa kondisi fisik perairan pesisir pantai Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Kondisi fisik perairan
Parameter
Nilai
Keterangan
Kisaran Pasang Surut (h)
190 cm
-
Panjang garis pantai (y)
20,37 km
-
Jangkauan Pasang (x)
200 m
-
Kemiringan dasar pantai (θ)
68.29° (tg 2.51)
-
Pola Pasang Surut
2 kali pasang, 2 kali surut
Semi diural


Analisis Daya Tampung Limbah Organik Tambak Udang Terhadap Daya Dukung Lingkungan 20 Berdasarkan data hasil perhitungan, volume air yang tersedia di pantai pada saat pasang naik (Vo) adalah 7.725.951 m 3 atau 15.451.902 m3 (2 kali pasang) dan saat surut (Vs) adalah 7.719.013 m3 atau 15.438.026 m3 ( 2 kali surut). Dengan demikian volume air yang tersedia dalam satu hari sebesar 30.889.928 m3 (2 kali pasang dan 2 kali surut). Kuantitas volume air di pantai merupakan faktor penentu berapa banyak limbah yang dapat ditampung perairan pesisir sehingga kualitas perairan tersebut masih layak untuk keberlanjutan usaha budidaya, maka penentuan daya dukung perairan pesisir untuk kegiatan pertambakan udang menggunakan pendekatan beberapa pendapat ahli dalam budidaya maupun ahli lingkungan dapat dijadikan acuan. Untuk mempertahankan agar kualitas perairan umum masih tetap layak untuk budidaya, maka perairan sebagai penerima limbah dari usaha budidaya harus memiliki volume antara 60 – 100 kali lipat dari volume limbah yang dibuang ke perairan umum. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa rata rata pembuangan air harian adalah 12 % dari total volume air tambak dan rata-rata target produksi sekitar 5 ton /ha, berdasarkan asumsi tersebut maka luasan tambak yang layak untuk dioperasikan untuk budidaya udang secara intensif agar tetap lestari dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan nilai tersebut didapatkan bahwa luasan tambak lestari yang dapat dioperasikan dengan teknologi budidaya secara intensif di daerah Kecamatan Medang Deras dilihat dari volume air di pantai adalah seluas 128,8 ha dengan target produksi di daerah Kecamatan Medang Deras yaitu 5 ton/ha. Jumlah luas tambak yang ada di daerah Kecamatan Medang Deras 84,8 ha (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Batubara, 2010), berdasarkan analisis daya dukung maka daerah Kecamatan Medang Deras masih mendukung untuk kegiatan perikanan budidaya secara intensif, sementara untuk mendukung kegiatan perikanan budidaya secara semi intensif berdasarkan volume air di pantai dari luasan yang dimiliki Kecamatan Medang Deras agar lestari adalah 322 ha dengan target produksi 1 – 2 ton/ha. Menurut Deb (1998), target produksi untuk sistem teknologi semi intensif biasanya setengah dari target produksi intensif. Jika target produksi intensif 2 – 5 ton/ha maka target produksi untuk semi intensif adalah 1 – 2 ton/ha.
Tabel 4.2 Luas tambak berdasarkan volume
Volume Air Pantai (VO) (m3)
Frekuensi Pasang
VO Tersedia/hari (m3)
Limbah tambak maksimum (m3)
Volume air tambak (m3)
Luas Tambak (ha)
7.725.951
2
15.451.902
154.519
1.287.658
128.8

Analisis Daya Tampung Limbah Organik Tambak Udang Terhadap Daya Dukung Lingkungan 21 Daya dukung kawasan berdasarkan daya tampung beban limbah organik dari kegiatan budidaya (tambak) a. Beban Limbah Organik Budidaya Intensif Peningkatan pemberian pakan sejalan dengan pertumbuhan udang, semakin bertambahnya umur udang sisa pakan semakin banyak menumpuk didasar kolam pemeliharaan. Pakan yang tidak dimakan (sisa pakan) dan ekskresi udang akan menambah bahan organik dalam lingkungan tambak (Boyd, 1992). Sisa pakan dan feses udang yang menumpuk di dasar kolam dapat menurunkan kualitas air lingkungan tambak, karena itu sisa pakan dan feses harus dibuang agar kualitas air kolam mendukung pertumbuhan udang. Menurut Boyd dan Weddig (1997), pakan digunakan di kolam tambak untuk meningkatkan produksi udang, namun pakan tidak semuanya dimanfaatkan oleh udang. Sisa pakan akan mengendap di dasar perairan selanjutnya dimanfaatkan oleh fitoplankton di kolam sehingga akan menambah kesuburan perairan kolam (eutrofikasi). Tingginya kelimpahan fitoplanton akan berdampak terhadap organisme dibudidayakan terutama dalam hal pemanfaatan oksigen di dalam perairan (Maarif dan Somamiharja, 2000). Perbaikan kualitas air tambak dilakukan dengan cara melakukan pergantian air (penyiponan) dengan tujuan agar pakan dan hasil ekresi udang terbuang bersamaan dengan keluarnya air. Air buangan ini selanjutnya dibuang ke perairan pesisir disekitar pertambakan. Beban limbah organik yang dibuang ke pesisir dinyatakan dalam bentuk TSS. Perhitungan beban limbah organik tambak hanya berdasarkan tingkat teknologi semi intensif dan intensif saja sedangkan budidaya udang secara ekstensif (tradisional) tidak dilakukan, hal ini karena sistem semi intensif dan intensif mengandalkan pakan buatan untuk menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhan udang secara optimal. Beban limbah organik dalam bentuk TSS yang dibuang ke daerah pesisir dari hasil kegiatan budidaya udang secara intensif dengan luas areal 3900 m2 dari mulai hari pertama sampai hari ke 125 selama satu siklus pemeliharaan adalah konsentrasi limbah tertinggi dari DOC 0 sampai DOC 125 adalah 70,20 mg/L yang ditemui pada hari ke 71, bobot (berat) limbah yang dibuang ke perairan sekitar pertambakan pada hari ke 71 adalah sebesar 54,75 kg TSS. Pada akhir masa pemeliharaan (panen), dimana tambak udang dikeringkan dengan cara menggelontorkan seluruh volume air tambak (3900 m3 ) ke perairan, konsentrasi limbah tambak (TSS) sebesar 20,41 mg/L maka jumlah bobot limbah yang dibuang ke perairan pada saat penggelontoran sebesar 79,62 kg TSS. Total bobot limbah harian TSS selama masa pemeliharaan 2278,68 kg TSS, dengan demikian total bobot keseluruhan limbah selama masa pemeliharaan ditambah jumlah limbah yang digelontorkan adalah 2358,30 kg TSS/0,39 ha atau 6046,923 kg/ha/siklus. Konsentrasi beban limbah organik tertinggi dalam bentuk TSS dengan luas areal 4300 m2 yang dibuang ke daerah Analisis Daya Tampung Limbah Organik Tambak Udang Terhadap Daya Dukung Lingkungan 22 pesisir dari DOC 0 sampai DOC 120 selama satu siklus pemeliharaan adalah 64,80 mg/L yang ditemui pada hari ke 71. Bobot beban limbah TSS yang dibuang ke perairan di sekitar pertambakan adalah sebesar 55,73 kg TSS Pada akhir pemeliharaan, tambak udang dikeringkan dengan cara penggelontoran seluruh volume air tambak (4300 m3 ). Konsentrasi limbah pada saat penggelontoran sebesar 20,30 mg/L maka bobot limbah yang dibuang pada saat pengelontoran tersebut sebesar 87,27 kg TSS. Total bobot limbah harian TSS selama masa pemeliharaan 4185,63 kg TSS, dengan demikian total bobot keseluruhan limbah selama masa pemeliharaan ditambah jumlah limbah yang digelontorkan adalah 4272,90 kg TSS/0,43 ha atau 9936,98 kg/ha/siklus. b. Daya dukung berdasarkan limbah organik Air buangan limbah tambak kaya akan nutrisi dan mengandung bahan organik yang terlarut dan tersuspensi, bahan-bahan ini keluar pada saat pertukaran air selanjutnya masuk ke perairan alami di dekat pertambakan. Pembuangan air buangan tambak yang berlangsung terus menerus menyebabkan bahan organik dari air buangan terakumulasi dalam sedimen di perairan. Bahan organik ini akan diuraikan oleh bakteri di perairan sehingga dapat meningkatkan kadar nitrogen, hidrogen sulpida, penipisan oksigen dan meningkatkan populasi bakteri di perairan pesisir (Tobey et al , 1998). Limbah buangan yang dihasilkan dari 1 petakan tambak dengan luas areal 3900 m2 selama 125 hari pemeliharaan adalah sebesar 6046,923 kg/ha/siklus atau sekitar 48,38 kg limbah TSS yang dihasilkan dalam satu hari dari 1 ha luas tambak sedangkan limbah buangan dari petakan tambak dengan luas areal 4300 m 2 selama 120 hari pemeliharaan adalah sebesar 9936,98 kg/ha/siklus atau sekitar 82,8 kg limbah TSS yang dihasilkan dalam satu hari dari 1 ha luas tambak. Pengamatan dilakukan di dua lokasi budidaya yang memiliki lama pemeliharaan yang berbeda, namun kedua lokasi budidaya ini melakukan prinsip manajemen yang sama. Ada 4 kolam yang beroperasi dengan ukuran sekitar 3900 m2 dan 3 kolam dengan ukuran kolam sekitar 4300 m2 . Dengan demikian, limbah TSS yang dihasilkan dari tambak ukuran 3900 m2 per harinya dari 1 ha adalah 193,52 kg sementara dari ukuran 4300 m2 adalah sekitar 248,4 kg. Walaupun volume pesisir masih dapat menampung limbah buangan dari tambak namun jumlah limbah buangan dari kegiatan pertambakan dapat menyebabkan penurunan kualitas air. Daya tampung pakan maksimum untuk 1 ha tambak yang dikelola secara intensif agar perairan mampu mempertahankan kualitasnya adalah 100 – 150 kg/hari (Boyd, 1992). Menurut Barg (1992), volume air yang cukup diperlukan untuk mempertahankan kualitas air. Karakteristik hidrografi dan topografi lokasi budidaya sangat penting khususnya untuk budidaya di laut dan tanah yang mengandalkan gerakan air alami seperti arus dan pasang surut untuk pertukaran air dan penyebaran limbah. Apabila kondisi hidrogafi lingkungan rendah dan beban limbah yang luar biasa dari usaha Analisis Daya Tampung Limbah Organik Tambak Udang Terhadap Daya Dukung Lingkungan 23 budidaya maka dampak buruk terhadap lingkungan air akan terjadi, karena itu untuk menghilangkan tingginya TSS dan BOD5 dari kolam pembesaran perlu adanya kolam penampungan di lokasi pertambakan sebelum air dari kolam di buang ke perairan sekitar, dari penelitian kasar diperoleh bahwa kadar TSS menurun 60-80% dan BOD5 sekitar 15- 30% dapat hilang dalam kolam penampungan dengan hanya menahan air selama 6 – 8 jam (Boyd, 2001).

Pengelolaan Kualitas Air
1.      Penambahan dan Penggatian Air
Penambahan air dilakukan untuk mempertahankan ketinggian air dalam tambak. Pergantian air dilakukan untuk mempertahankan kualitas air. Penggantian air didahului dengan membuang air sekitar 10% dari total air tambak, kemudian menambahkan air yang berasal dari tandon. Air yang dimasukkan ke tambak sebaiknya menggunakan selasar (pemecah air), untuk meningkatkan kadar oksigen dan menghindari naiknya bahan beracun dari dasar tambak

2.      Pengukuran Kualitas Air
Pengukuran kualitas air dapat dilakukan secara visual, yaitu dengan melihat kecerahan-warna air dan tinggi air, atau dengan menggunakan alat ukur kualitas air. Peralatan pengukur kualitas air yang harus disiapkan di areal tambak minimal pH meter, termometer, salinometer dan DO meter. Sedangkan pengukuran parameter kualitas air lainnya dapat dilakukan di laboratorium. Parameter yang diperiksa di laboratorium antara lain; Total kandungan bahan organik (TOM), kelimpahan dan jenis plankton, total bakteri, vibrio, nitrit, ammonia, total phosphat, alkalinitas, total padatan tersuspensi. Pengukuran parameter kualitas air secara laboratorium dapat dilakukan secara periodik seminggu sekali.



Parameter
Optimal
Toleransi
DO
>4 ppm
>3 ppm
Temperatur
28-32°C
26-35°C
Salinitas
15-25 ppt
0 – 35 <35 ppt
pH
7.5 - 8
7 – 8.5
NH3
0 ppm
0.1 – 0.5 ppm
NO2
0 ppm
0.1-1 ppm
H2S
0 ppm
0.001 ppm
Alkalinitas
100-120 ppm
>100 ppm
Kecerahan
25-40 cm

Pestisida/insektisida
0 ppb

Warna Air
Hijau Kecoklatan



Pengamatan harian terhadap parameter air :
1.      Menggunakan DO Meter untuk mengukur kandungan oksigen dalam air. Menggunakan salinometer untuk mengukur salinitas air.
2.      Kandungan oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO), dengan menggunakan DO meter (DO > 4 ppm). Pengukuran dilakukan pada subuh, pagi dan malam.
3.      pH diukur dengan pH meter dilakukan pada pagi dan sore. pH ideal untuk pertumbuhan udang antara 7,5 – 8,5 dengan fluktuasi pH harian 0,2 - 0,5.
4.      Salinitas diukur dengan refraktometer/salinometer, dilakukan sebanyak dua kali sehari dan setelah hujan. Salinitas yang ideal untuk pertumbuhan udang antara 10 – 35 ppt, dengan fluktuasi harian tidak lebih dari 5 ppt.
5.      Kecerahan air diukur dengan menggunakan secci disk pada pagi hari. Kecerahan optimum air tambak yang dipengaruhi oleh kepadatan plankton sekitar 20 – 40 cm.



BAB V
PENUTUP

5.1         Kesimpulan
Pengelolaan limbah tambak penting untuk diperhatikan oleh pelaku budidaya dalam upaya kelangsungan hidup organisme tambak. Untuk mengurangi dampak limbah tambak, saat ini telah dikembangkan penerapan teknologi super intensif IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah). Upaya yang dilakukan dalam penerapan IPAL dengan melakukan pembangunan tandon air limbah yang terdiri dari kolam pengendapan, oksigenasi, biokonversi dan penampungan. Akan tetapi, pengolahan limbah dalam satu sisi akan mengorbankan lahan, tenaga, dan finansial namun bila dilaksanakan secara menyeluruh sebaliknya akan mengurangi resiko infeksi penyakit viral sehingga pada akhirnya justru akan menekan biaya dan menekan resiko kerugian.
Pengelolaan limbak tambak secara umum terdiri dari empat bagian. Membuat kolam pengendapan tempat membuang air limbah pertama kali agar kadar TSS (Total Suspended Solid) yang sangat tinggi dan bau busuk dari H2S turun dan sisa endapan dapat dibuat pupuk, dan sisa air limbah dari kolam pengendapan dimasukkan ke kolam oksigenasi untuk menaikkan oksigen dan menurunkan BOD (kebutuhan oksigen biologis). Selanjutnya limbah masuk ke kolam biokonversi untuk mengubah nutrien yang dapat sebabkan eutrofikasi jadi bermanfaat buat organisme lain. Sisa terakhir limbah masuk ke kolam penampungan untuk selanjutnya dibuang ke laut.

5.2         Saran
          Pengolahan limbah tambak hal yang patut diperhatikan, karena ini menjadi standar keberhasilan produksi dan juga salah satu bentuk budidaya yang bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan. Dan karena daerah pertambakan merupakan daerah akhir pembuangan kegiatan di bagian atas (up land) yang syarat dengan polutan. Pada saluran kawasan pertambakan yang tidak terpelihara, tentu akan merupakan perangkap yang baik bagi polutan tersebut, sehingga gagal dalam usaha pembudidayaan dan dampak buruk bagi lingkungan sekitar semakin besar. Untuk itu perencanaan dan pemeliharaan saluran harus diperhitungkan dengan baik sehingga dapat mengurangi beban polutan tersebut.


1 komentar:

  1. Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan konsultasi kepada Anda mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.

    Salam,
    (Tommy.k)
    WA:081310849918
    Email: Tommy.transcal@gmail.com
    Management

    OUR SERVICE
    Boiler Chemical Cleaning
    Cooling tower Chemical Cleaning
    Chiller Chemical Cleaning
    AHU, Condensor Chemical Cleaning
    Chemical Maintenance
    Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
    Degreaser & Floor Cleaner Plant
    Oli industri
    Rust remover
    Coal & feul oil additive
    Cleaning Chemical
    Lubricant
    Other Chemical
    RO Chemical

    BalasHapus